PENDAHULUAN
Segala
puji bagi Allah SWT. Yang telah memberi rahmat dan karunianNya. Sholawat dan
salam selalu mengalir untukmu Rosul Akhiruzzaman ( Muhammad ibn Abdillah. )
yang menjadi penerang alam semesta. Berawal dari sebuah kegundahan hati,
kegersangan fikiran dan rasa rindu. Kami mengadakan kegiatan tawassullan dengan
rangkaian pembacaan sejarah Nabi muhammad SAW dan Manakib Syeh abdul Qodir al
Jaelani dengan iringan alat musik yang bernuansa Islami. Rasa syukur kepada
Allah SWT. Karena berkat kegigihan,
Allah meridloi kegiatan ini.
Dalam
sebuah angan – angan yang sempat menjadi perbincangan antara Ust. Adib Ulinnuha
dan Ali Sofyan menjadikan sebuah keprihatinan, mengingat santri masjid Thoriqul
Jannah yang di ampu Ust. Adib Ulinnuha menginginkan adanya alat musik Islami (
Rebana ). Hal ini pernah dijalani oleh beliau untuk urunan namun mengingat
pembelian alat yang terhitung besar untuk kalangan pribadi santri akhirnya
tidak jadi diteruskan dan kegiatan berjalan sebagaimana biasa.
Dalam
hal ini, Ali Sofyan berbincang - bincang dengan Sdr. Kholiq Waluyo dalam hal
keprihatinannya Ust. Adib Ulinnuha. Akhirnya kami berdua berjanji kepada Ust.
Adib Ulinnuha untuk mengusahakan alat yang dimaksud di atas. Dalam beberapa
bulan akhirnya Sdr. Kholiq Waluyo, Edi Riyanta dan Ali Sofyan bermusyawarah,
memutuskan dan mengutus Sdr. Edi Riyanta dan Alisofyan untuk segera membeli
peralatan ( rebana ). Alhamdulillah, pada tanggal 9 Maulud 2013 kami
mendapatkan alat rebana dari bapak Munawar di Juana Pati dengan harga
3.765.000.
Rasa
gelisah yang terpendam selama bertahun tahun yang dirasakan Sdr. Muhlisin
terobati setelah Sdr. Edi Riyanta membawa alat tersebut pada tanggal 10 Maulud
2013 ba’da isyak ke Masjid Thoriqul Jannah Dunggayam. Namun karena diantara
kami tidak ada yang mampu untuk menguasai tehnik dalam memainkan alat tersebut,
secara tiba – tiba datanglah Alfin yang pada saat itu menjadi peserta didik MA
Mathali’ul Falah Tulakan Donorojo bersama teman – temannya,berlatih.
Semangat
yang tinggi membuat para santri yang di motori Alfin dan teman – temannya dan
atas arahan dari Sdr. Muhlisin dan Ust. Adib, maka terbentuklah corak dalam
lantunan sholawat yang klasik. Dominasi karakter keklasikan dalam lantunan
syair sholawat tentunya tidak asing bagi masyarakat pada umumnya. Tentunya hal
tersebut tidak menutup kemungkinan di komparasikan dengan gaya lagu modern yang
selalu berkembang namun demikian diserasikan dengan gaya klasik itu sendiri.
Pada
tanggal 27 Januari 2013 M., 15 Rabiul Awal 1434 dalam penanggalan Hijriah,
Candrasengkala 15 Maulud 1946 ). Pada tanggal tersebut disepakati sebagai awal
berdirinya tawasullan dan munajat dengan media sholawatan dengan iringan do’a
Fatekhah bersama - sama.
Seiring
dengan perjalanan tawasulan dan munajat, maka diantara jama’ah mengusulkan
tentang pemberian nama dalam kegiatan tersebut, terdiamlah mereka untuk
berfikir dan akhirnya disepakati dengan pemberian nama Ki Ageng Barata*. Suka
cita tampak jelas terlihat dalam raut wajah mereka akhirnya dengan iringan do’a
Fatekhah bersama – sama, nama tersebut ditetapkan sebagai nama dalam kegiatan
itu.
Sholawat
Ki Ageng Barata sebagai media tawasullan dan munajat dilaksanakan setiap hari
ahad malam senin dilaksanakan setelah selesai sholat isyak, namun dalam
perkembangannya dilaksanakan ba’da sholat maghrib dan dilanjutkan setelah
sholat isyak sampai selesai.
Durasi
waktu dalam tawasulan dan munajat yang biasa dilakukan sholawat Ki Ageng Barata
minimal 3 jam dan maksimal 4 jam,namun hal tersebut tidak dijadikan sebagai
kegiatan yang sifatnya harga mati namun lebih bisa menyesuaikan kondisi
mengingat diantara para santri masih dalam bangku sekolah.
Potensi
yang semula terpendam rapat diantara santri mulai nampak muncul sehingga banyak
ide terealisasi dengan baik, diantara gagasan brilian para santri adalah dengan
menggubah syair – syair menjadi indah dan bisa diterima masyarakat. Dalam
asuhan Sdr. Muhlisin dan Ust. Adib kegiatan semakin berkembang dan tidak hanya
dilaksanakan di masjid seperti biasanya namun dalam skala yang lebih besar
dalam peringatan Isra’ Mi’raj yang dilaksanakan di halaman Yayasan Mathali’ul
Falah dengan pembicara habib Ali al Habsyi.
Demikian
sekilas profil dari sholawat Ki Ageng Barata, tiada yang berjasa dan paling
berjasa, tiada yang hebat dan paling hebat. Bagi kami yang paling berjasa dan
paling hebat adalah siapa yang istiqomah dalam membumikan sholawat sebagai
sarana apapun yang baik dan merintis generasi Islam yang tangguh. Pun demikian,
tidaklah elok kita euforia dalam hal tersebut karena semua atas izin Allah SWT.
Tiada
gading yang tak retak, Semoga Allah SWT selalu meridloi perjuangan ini, Amin. Demikian
semoga informasi ini bermanfaat, Amin.
Jepara,
24 Januari 2015
Ali Sofyan al Ekra’i